Khamis, 30 Mac 2017

JADILAH LILIN YANG MENEBARKAN CAHAYA, KATA JALALUDDIN RUM

Tags





JADILAH LILIN YANG MENEBARKAN CAHAYA, KATA JALALUDDIN RUMI

Dalam malam penuh derita dan kegelapan, jadilah lilin yang tebarkan cahaya, hingga fajar tiba. Saya tidak pasti sama ada ini sekadar kata-kata atau sebuah puisi. Saya juga tidak tahu bila Jalaluddin Rumi mengucapkan ungkapan ini. Dari buku yang saya baca, maulana Rumi hidup pada abad ke-12. Tetapi kenapa kata-katanya yang diucapkan berabad-abad yang lepas itu, masih didengar orang  sampai sekarang.

Kata-kata yang diucapkan oleh penyair itu mampu melembutkan jiwa. Dalam malam penuh derita dan kegelapan, kata maulana Rumi  dalam puisinya itu, jadilah lilin yang tebarkan cahaya, hingga fajar tiba. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana suasana dan rasanya malam yang penuh derita dan kegelapan itu.
Memang setiap orang, saya fikir pernah merasa getir dan derita dalam hidupnya, pernah merasa gelap gelita,  sehingga pandangan mereka tidak mampu menembus kepekatan malam. Di sini, jika bekalan elektrik terputus selama satu jam saja, orang-orang sudah merasa derita, inikan pula jika terpaksa menunggu hingga fajar tiba.

Entah berapa ramai di antara kita yang sering melihat fajar tiba? Merasai pengalaman menanti tibanya waktu fajar? Menurut Buya Hamka dalam kitab Tafsir Al-Azhar, fajar adalah  cahaya matahari yang mulai membayang di sebelah Timur, kira-kira satu jam lagi lebih kurang sebelum matahari itu sendiri terbit.
Saat fajar menyingsing itulah, kata buya Hamka, waktu yang amat penting bagi manusia, kerana setelah selesai beribadat kepada Tuhan dengan solat Subuh, mulailah mereka bergerak menghadapi hari yang mulai siang buat mencari rezeki di muka bumi Allah. Di saat itu pula Allah memberikan modal, sehari semalam penuh untuk hari yang baru, agar diisi dengan ibadat kepada Allah dan amal yang saleh. Janganlah hendaknya hari itu pergi dengan percuma tidak berisi. Kerana masa yang sudah berlalu tidak dapat diulang lagi.
Berbalik kepada nasihat Jalaluddin Rumi, ketika melalui malam yang penuh derita dan kegelapan,katanya, jadilah lilin yang menebarkan cahaya.Lilin yang memberikan cahaya itu, sanggup membakar dirinya, asalkan orang lain dapat cahaya, asalkan suasana terang dapat dinikmati dalam ruangan di sekitarnya.
 Jadilah lilin yang tebarkan cahaya, hingga fajar tiba. Saya suka mengulang kata-kata Rumi ini. Jika fajar tiba, angin pagi akan tebarkan abu segarnya. Kita mesti bangkit dan menghirupnya, angin yang izinkan kita hidup.Bernafaslah sebelum ia pergi,kata Rumi. Ertinya jangan sia-siakan waktu. Kehidupan kita hanya sebentar.Isi dengan kebaikan sebanyak-banyaknya.
Ada segumpal  pagi dalam dirimu yang menanti untuk merekah menjadi cahaya, kata Rumi. Dalam diri kita ini penuh dengan kebaikan, menunggu untuk diungkapkan. Terangilah dunia dengan kebaikan kita. Satu lagi ungkapan Rumi adalah seperti ini, amati keajaiban-keajaiban yang terwujud di sekitarmu.Tak perlu kau kuasai, rasakan saja keindahan yang mengalir dan diamlah.
Marilah kita mengembara di taman bunga, mencabut duri-duri dari hatimu sendiri, kata Rumi. Maksudnya, kita mestilah merai berkah dan kebaikan dari kumpulan orang-orang baik.
Memang apabila kita membaca Rumi, kita tidak dapat melepaskan bukunya. Saya suka sekali mengutip kata-kata Jalaluddin Rumi, sekali lagi terima kasih kepada penulis Haidar Bagir yang menterjemahkan dalam bahasa yang sederhana, sehingga saya dapat ikut menikmati keindahan-keindahan yang terdapat dalam puisi-puisi Rumi. Sangat memikat sekali.
Banyak puisi-puisi Jalaluddin Rumi yang menarik.Dalam buku,Mereguk Cinta Rumi yang disusun oleh Haidar Bagir, terjemahan dari bahasa Inggeris ke bahasa Indonesia, saya Katanya,Begitu kau hidup lebih dalam di hatimu, cermin itu jadi lebih jernih dan bersih. Saya yakin jika merenung lebih dalam lagi, kita dapat melihat cermin lebih jernih dan bersih. Makin bersih hati kita dari nafsu, makin nyata kita dapat melihat kebenaran.

Kuingin menyanyi seperti burung-burung bernyanyi, tak peduli siapa yang mendengarkan dan apa pendapat mereka, katanya lagi..
Saya ingin akhiri catatan ini dengan sekali lagi mengutip pertanyaan Maulana Rumi. Ada sebatang lilin, siap dinyalakan, di hatimu. Ada ruang kosong siap diisi, di jiwamu. Kau rasakan itu?